Dianggap Tak Pro Rakyat, Mahasiswa Demo Kritisi Kebijakan Pemkab Purworejo
MAGELANGEKSPRES.COM,PURWOREJO - Ratusan aktivisi mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menggelar aksi demonstrasi, Senin (28/10). Dalam aksinya, mereka mengenakan pakaian serba hitam sebagai simbol kegiatan takziah atas matinya nurani penguasa yang tidak lagi pro dengan rakyat. Aksi demo diawali dengan long march dari Base Camp PMII Purworejo di Jalan Kartini menuju depan kantor bupati. Di depan kantor Bupati Purworejo, sejumlah mahasiswa melakukan orasi mengkritisi kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat. Sekitar 15 menit, massa melanjutkan perjalanan menuju ke Gedung DPRD dan menggelar tahlilan di halaman Gedung DPRD. Pantauan Purworejo Ekspres, dalam aksi tersebut sempat tejadi ketegangan antara mahasiswa dan aparat di depan gerbang kantor DPRD. Peserta aksi dihentikan aparat di depan gerbang dan sempat dihalangi masuk ke gedung dewan Namun akhirnya petugas kepolisian yang dipimpin oleh Kapolres Purworejo AKBP Indra Kurniawan Mangunsong mengijinkan para peserta aksi masuk ke halaman kantor DPRD. Di halaman kantor DPRD, massa diterima Ketua DPRD Purworejo, Dion Agasi Setyabudi dan sejumlah anggota dewan. Baca Juga Operasi Sikat Candi di Purworejo, Belasan Pelaku Pencurian Diamankan “Hari ini kita tidak memakai atribut yang berlebihan kita akan melayat ke gedung dewan dengan pakaian hitam, hal ini menjadi simbol duka bagi yang peka terhadap kesejahteraan rakyat dan memberikan contoh aksi damai yang tanpa tik tok,” kata Purnama Zafi Najibi Ketua Umum PC PMII Purworejo Salah satu peserta aksi pun memimpin tahlilan atau berdoa bersama layaknya mendoakan orang yang meninggal. Dengan posisi duduk bersila di halaman, seratusan mahasiswa ini pun berdoa dengan khidmat. Uniknya, tak hanya para mahasiswa, sejumlah anggota dewan, dan beberapa pegawai di lingkungan DPRD ikut bergabung melakukan tahlilan. Usai tahlilan peserta aksi berniat masuk ke dalam kantor Dewan untuk menyampaikan aspirasi namun tidak dijinkan. Setelah negosiasi akhirnya dibatasi 50 orang peserta aksi yang dijinkan masuk ke gedung dewan. Didalam gedung, Purnama menyampaikan dalam aksi tersebut PC PMII Purworejo menuntut beberapa hal yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi Kabupaten Purworejo hari ini. “Tiga tuntutan yang kami ajukan dalam petisi adalah, pertama, segera membatalkan kebijakan pembuatan kalender 2020 dengan anggaran 2,4 miliar. Kedua, meminta DPRD untuk segera mewujudlan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo yang lebih mengedepankan kepentingan rakyat. Ketiga, menghimbau DPRD dan pemerintah agar lebih bijak dalam mengambil kebjakan yang pro terhadap rakyat,” katanya. Menurut Purnama, kegiatan penyampaikan aspirasi masyarakat ini juga sebagai bentuk kontrol PC PMII Purworejo terhadap kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Purworejo selaku legislatif dan pemerintah kabupaten selaku eksekutif. Peserta demo diterima oleh sejumlah anggota DPRD Purworejo. Selain Ketua DPRD Purworejo, Dion Agasi Setiabudi, terlihat Wakil Ketua Frans Suharmaji, Eko Yanuar dari Fraksi Nasdem dan Budi Sunaryo dari Frkasi PKB. Dion Agasi yang menemui pendemo menyampaikan bahwa ia akan menindak lanjuti secepatnya tuntutan mahasiswa. Terkait tuntutan pembatalan pembuatan kalender dengan anggaran 2,4 Milyar tersebut, Dion menyatakan kegiatan tersebut tidak bisa dibatalkan karena sudah terlanjur dianggarkan. “Kalender sudah dianggarkan melalui Perubahan 2019. Ini sudah dianggarkan, tinggal bagaimana eksekutif mengeksekusi. Secara anggaran tidak bisa (dibatalkan). Ini merupakan keputusan bersama dari pihak eksektuf dan legislative. Nanti tindak lanjut lebih jauhnya, keputusan apakah mau dilanjutkan atau tidak kita lihat bersama.” ungkap Dion. Dion juga menyampaikan bahwa anggaran perubahan 2019 merupakan produk dari anggota DPRD periode lalu. Dirinya tidak mengetahui kenapa anggaran tersebut dapat diloloskan oleh DPRD periode 2014-2019. “Anggaran itu ada di masing-masing OPD. Dan sebenarnya masing-masing OPD ini mengeluarkan anggaran untuk pembuatan kalender. Memang kalender di tahun 2019 ini nilai lebih besar dengan jumlahnya lebih banyak. Sebenarnya yang bisa bicara lebih lanjut adalah anggota dprd periode lalu, karena Anggaran Perubahan 2019 disahkan sebelum pelantikan DPRD Periode ini. Dion menambahkan kendati telah menjadi anggota DPRD pada periode 2014-2019 lalu, dirinya tidak mengetahui pembuatan kalender senilai Rp 2,4 miliar tersebut. “Kami di Komisi B, tidak ada pembahasan terkait kalender tersebut. Jadi sebenarnya bukan ranah saya untuk menjelaskan, kenapa diloloskan,” elak Dion. (luk)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: